PROFIL

Sabtu, 20 April 2013

Least Cost Combination

Cara Menghitung Produktivitas
       Secara umum, produktivitas dapat diukur dengan menghitung rasio keluaran terhadap masukan. Bentuk umum bahasa matematiknya adalah sebagai berikut:

        Bentuk matematik yang sederhana tersebut ternyata tidak dapat melepaskan ukuran-ukuran produktivitas dari persoalan-persoalan yang memang inheren dengan kesederhanaan yang dimiliki. Beberapa persoalan yang  perlu diperhatikan antara lain adalah: 
a.    bahwa ukuran-ukuran produktivitas merupakan angka-angka statistik matematik. Sebagaimana halnya
       statistik matematik, angka-angka produktivitas sangat mudah untuk dimanipulasi dan disalahgunakan
       sehingga melahirkan informasi yang terdistorsi dan memihak pada kepentingan-kepentingan tertentu.
b.    bahwa persamaan matematik di atas akan memberikan angka-angka ukuran produktivitas yang bisa
       jadi sangat berbeda, bergantung pada bagaimana ukuran keluaran-masukan dinyatakan. Apakah
       satuan keluaran-masukan akan dinyatakan dalam satuan kuantitas fisik yang nantinya akan
       memberikan ukuran produktivitas operasional, ataukah dalam satuan unit moneter yang memberikan
       ukuran produktivitas finansial ?
c.    Persoalan ketiga yang berkaitan dengan pengukuran produktivitas adalah cakupan masukan yang
       diperhitungkan dalam menentukan angka produktivitas. Apakah masukan yang digunakan dihitung
       secara parsial sehingga angka produktivitas yang dihasilkan adalah produktivitas parsial  setiap jenis
       masukan ? Ataukah  keseluruhan masukan yang digunakan, seperti tenaga kerja, modal, bahan baku,
       energi, dan kemampuan manajemen, secara bersama-sama diperhitungkan sehingga menghasilkan
       angka produktivitas total ?

        Sebagai ilustrasi, dimisalkan seorang pekerja pabrik sepatu kulit berpenghasilan sebesar Rp.15.000,00 per hari. Dalam seharinya, dia mampu membuat sepatu sebanyak 15 unit. Kalau ukuran komponen masukan dinyatakan dalam satuan kuantitas tenaga kerja, maka angka produktivitas tenaga kerja adalah sebesar 15 unit per orang-hari (15 unit/1orang-hari = 15). Namun, bila ukuran komponen masukan dinyatakan dalam satuan unit moneter, maka hasil perhitungan angka produktivitas tenaga kerja sebesar 0,001 per rupiah per hari (15/15.000).

        Kemudian perusahaan merekrut pekerja baru yang memiliki ketrampilan lebih rendah dengan penghasilan Rp.10.000,00 per hari. Secara bersama-sama, setiap harinya mereka mampu menghasilkan 28 unit sepatu. Bila digunakan ukuran kuantitas fisik untuk mengukur komponen masukan, maka angka produktivitas menjadi 14 unit per orang-hari. Ini berarti bahwa produktivitas tenaga kerja setelah ada penambahan tenaga kerja baru menunjukkan penurunan sebesar 6,7% (1/15 = 0,067 x 100%) dibanding sebelum ada tambahan tenaga kerja baru. Akan tetapi, bila ukuran masukannya adalah unit moneter, maka produktivitas tenaga kerja berada pada angka 0,00112 per rupiah-hari atau mengalami kenaikan sebesar 12% (0,00012/0,001= 0,12 x 100%) dari sebelumnya. Hasil perhitungan yang terakhir ini ternyata memberikan informasi yang berlawanan arah dengan hasil perhitungan yang menggunakan cara pertama.

        Perbedaan hasil ukuran produktivitas tenaga kerja pada contoh di atas disebabkan oleh penggunaan satuan ukuran masukan yang berbeda. Yang pertama, satuan masukan dinyatakan dalam kuantitas fisik jumlah tenaga kerja. Bentuk matematik produktivitas akan menghitung angka rata-rata keluaran dari setiap tenaga kerja. Ini berarti perhitungan tersebut secara implisit mengasumsikan bahwa semua pekerja berada pada posisi yang sama. Pada hal tidak demikian. Dua pekerja tersebut dalam contoh memiliki upah berbeda. Perbedaan upah di sini menunjukkan perbedaan tingkat ketrampilan yang dimiliki. Menghadapi keadaan semacam ini, kiranya menjadi lebih baik bila masukan tenaga kerja dinilai secara relatif dalam satuan unit moneter. 

        Pengukuran produktivitas secara parsial memungkinkan manajemen untuk memusatkan perhatian pada komponen masukan tertentu. Lebih jauh, ukuran-ukuran operasional parsial memberikan kemudahan untuk akses kinerja produktivitas  karyawan operasional, misalnya pekerja. Kinerja pekerja dapat dikaitkan dengan misalnya, unit yang dihasilkan per jam, atau unit yang dihasilkan per kg bahan. Dari ukuran-ukuran operasional parsial yang semacam itu, dapat diperoleh umpan balik tentang kinerja karyawan operasional sehubungan dengan penggunaan komponen masukan tertentu yang menjadi tanggung jawabnya.

        Di sisi lain, ukuran-ukuran produktivitas parsial, bila digunakan secara terpisah dan terdapat memberikan informasi yang menyesatkan. Dalam kasus dimana terjadi penurunan produktivitas salah satu komponen masukan, ada kemungkinan menyebabkan peningkatan produktivitas pada komponen masukan yang lain. Demikian pula sebaliknya. Jadi ada semacam tradeoff yang bisa jadi dikehendaki karena secara keseluruhan terjadi kenaikan produktivitas. Ini tidak akan nampak bila digunakan ukuran parsial dan isolatif. Untuk memberikan gambaran yang lebih konkrit berikut ini diberikan sebuah ilustrasi.

        Misalkan saja sebuah unit usaha pada bulan yang lalu menghasilkan barang sejumlah 10.000 unit, dengan biaya tenaga kerja dan peralatan masing-masing sebesar Rp.50.000,00 dan Rp.25.000,00 per bulan. Selanjutnya ada tawaran investasi untuk peralatan baru yang lebih canggih untuk mengganti mesin yang ada. Meski biaya perbulannya sebesar Rp.40.000,00, namun akan mengakibatkan penghematan biaya tenaga kerja sebesar Rp.10.000,00. Bila tawaran investasi tersebut dievaluasi dengan melihat produktivitas parsial dari sisi tenaga kerja, maka akan diperoleh informasi yang mengarahkan keputusan pada menerima tawaran itu. Ini karena dengan menerima tawaran investasi mesin baru yang lebih canggih, produktivitas tenaga kerja meningkat dari sebelumnya. Sebelum menggunakan peralatan baru angka produktivitas parsial tenaga kerja sebesar 0,20 unit keluaran per tenaga kerja-rupiah (10.000/50.000), sedang setelah digunakannya mesin yang lebih canggih produktivitas tenaga kerja mencapai 0,25 unit keluaran per tenaga kerja-rupiah (10.000/40.000).

        Akan tetapi, bila investasi mesin baru yang ditawarkan seperti dalam ilustrasi dievaluasi dengan cara yang berbeda, yakni dengan melihat akibatnya terhadap produktivitas total, maka informasi yang diperoleh dari hasil perhitungan produktivitas total tenaga kerja dan mesin akan membawa pada keputusan menolak tawaran itu. Produktivitas total tenaga kerja dan mesin menunjukkan penurunan dari 0,133 unit keluaran per rupiah masukan  (10.000/(50.000+25.000)) menjadi 0,125 unit keluaran per rupiah masukan (10.000/(40.000+40.000)). Penurunan produktivitas total disebabkan oleh kenaikan produktivitas parsial tenaga kerja di satu sisi, tidak dapat menutup penurunan produktivitas mesin di sisi lain.

        Dengan demikian, dalam kasus-kasus yang memiliki kemungkinan adanya tradeoff produktivitas parsial inter komponen masukan, dianjurkan untuk menggunakan ukuran produktivitas total. Namun demikian, penggunaan ukuran produktivitas parsial maupun total secara bersamaan, akan memberikan informasi yang jauh lebih lengkap bagi manajemen untuk analisis dan pengambilan keputusan, karena manajemen memperoleh gambaran lengkap mengenai dampak dari keputusannya terhadap keseluruhan produktivitas, sekaligus dampaknya secara spesifik terhadap produktivitas parsial dari setiap komponen masukan.

    Ukuran produktivitas memberi manajer operasi suatu petunjuk tentang bagaimana meningkatkan produktivitas, yakni meningkatkan numerator dari ukuran produktivitas, atau menurunkan denominator, atau keduanya.
    Berikut ini beberapa cara yang dapat digunakan oleh manajer operasi untuk meningkatkan produktivitas, yakni:
1).    Meningkatkan efisiensi dengan menurunkan total biaya operasi, meningkatkan penghematan jam
        tenaga kerja dan jam mesin, serta mengurangi pemborosan.
2).    Meningkatkan efektivitas dengan pengambilan keputusan dan komunikasi yang lebih baik.
3).    Mencapai performance yang lebih tinggi dengan meningkatkan kualitas, mengurangi kecelakaan kerja
        dan waktu yang terbuang, dan meminimisasi kerusakan peralatan.
4).    Membangun kesehatan situasi, kondisi organisasi yang lebih baik dengan memperbaiki moral pekerja,
        kondisi lingkungan kerja, kepuasan dan kerja sama. 
 
SUMBER :
 
https://sites.google.com/site/operasiproduksi/Pengertian-Definisi-Cara-Menghitung-Dampak-Produktivitas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar